Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan

Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan - Assalamualaikum wr. wb. halo sobat, selamat datang di web KUMPULAN MAKALAH, Pada artikel kali ini saya memposting Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan, semoga bermanfaat untuk sobat semua. langsung saja baca artikelnya.!

Judul Artikel : Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan
link : Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan

lihat juga


Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan

Pemimpindan Kepemimpinan Masa Depan
Oleh : Fauzani Ilham

Seorang pemimpin kreatif dan inovatif selalu berpikir bahwa belum ada karya yang terbaik, karena yang terbaik belum dilahirkan, yang terbaik akan diciptakan di masa depan, karena itu ia selalu terobsesi untuk selalu memperbaiki karya-karyanya.


Menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, belakangan ini marak bermunculan anak bangsa yang memproklamirkan diri untuk menjadi pemimpin nasional masa depan. Ada yang terang-terangan mencalonkan diri lewat partai politk, ada yang melakukan komunikasi politik untuk minta restu, ada yang gencar menampilkan dirinya lewat media massa, ada yang berdebat lewat "the candidate", ada yang mencetuskan konvensi seperti konvensi partai Golkar 2004, bahkan ada pula yang berani mengikrarkan diri melalui jalur independen.


Dalam era demokrasi saat ini, hal itu sah-sah saja dilakukan, sepanjang pencalonan, proklamir, ikrar dan perdebatan masalah pemimpin itu benar-benar bagi upaya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, serta kemajuan bangsa dan negara. Selama sepuluh tahun reformasi bergulir, para pemimpin sudah mulai dipilih oleh rakyat melalui Pilkada baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi maupun tingkat nasional. Segala cara dilakukan agar tujuan untuk menjadi pemimpin itu tercapai, sehingga tak heran bila konflik horizontal terjadi di daerah, gara-gara penetapan pemimpin. Tapi apa yang kita lihat, setelah menjadi pemimpin tak banyak perubahan nyata yang diharapkan oleh masyarakat. Bahkan ironisnya, kekacauan, konflik dan kejadian di daerah seakan tak ada pemimpinnya.

Saya memandang siapa pun yang menjadi pemimpin nanti, tetap tak banyak perubahan mendasar yang bisa didapatkan dari hasil kepemimpinannya. Kehidupan perekonomian keluarga tetap harus ditopang secara sendiri dan mandiri dengan berbagai upaya untuk meraihnya, kecuali bagi pegawai atau karyawan yang menerima gaji, mungkin ada peningkatan penghasilan setiap tahunnya. Namun, untuk masyarakat miskin tetap saja miskin, meskipun berbagai kekurangan dalam mengatasi berbagai persoalan keluarga ada keringanan biaya untuk itu.

Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan masa depan erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini, masih membutuhkan pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal normatif sistem kepemimpinan nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik maupun arti dinamik. Dalam arti sistem yang bersifat statik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan komponen bangsa secara hierrarkial (state leadership, political and entrepreneural leadership and societal leadership) maupun pada tatanan komponen bangsa secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat dinamik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan gaya kepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.

Saat ini, kita butuh pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan, kemajuan, dan kejayaan bangsa dan negara, bukan kepada kepentingan pribadi/kelompok, bukan untuk melanggengkan kekuasaan kelompok, dan bukan pula kepemimpinan yang membiarkan hidupnya budaya anarkhisme, budaya kekerasan, dan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita butuh, pemimpin berwawasan kebangsaan, pemimpin Pancasilais, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD Negara RI Tahun 1945, serta memahami karakter dan kultur bangsa Indonesia.

Dalam era reformasi saat ini, pemimpin kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan Indonesia masih sangat dibutuhkan, melalui pemahaman dan penghayatan nilai-nilai dasar negara, yaitu Pancasila yang bersifat integratif. Oleh karena itu, para pemimpin dan kader kepemimpinan masa depan harus merupakan bagian integral dari kepemimpinan nasional integratif, yang memiliki kriteria pokok, yaitu: Pertama, terciptanya interaksi atau keterpaduan yang harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin. Kedua, memiliki ciri, sifat, prinsip, teknik, azas serta gaya dan jenis kepemimpinan yang handal, seperti Sebelas Azas Kepemimpinan TNI. Ketiga, mempunyai strategi kepemimpinan nasional yang tepat, sesuai situasi dan kondisi, serta kurun waktu yang dihadapi.

Pemimpin dan kepemimpinan masa depan yang integratif harus memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebagai negarawan. Makna dari negarawan adalah seorang pemimpin yang diharapkan mampu mengubah kondisi saat ini melalui proses untuk menciptakan kondisi yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional. Pemimpin akan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan-nya dengan efektif, apabila ia diterima, dipercaya, didukung serta dapat diandalkan. Seorang pemimpin harus memiliki reputasi yang baik, menunjukkan kinerja yang diakui, terutama dalam mengantisipasi tantangan-tantangan di depan dan keberhasilannya mengatasi masalah-masalah yang kritikal dan membawa kemajuan-kemajuan yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Pemimpin dalam konteks kepentingan negara dan bangsa bagi penyelenggaraan negara haruslah memiliki nilai-nilai sebagai seorang negarawan, artinya warga negara yang mau dan mampu mengambil sikap dan keputusan, demi kepentingan bangsa dan negara. Nilai-nilai kenegarawan itu tidak hanya dimiliki oleh seorang Kepala Negara, pejabat pemerintahan dan birokrasi/pejabat publik semata, tetapi harus dimiliki oleh setiap pribadi warga negara dan setiap elemen kemasyarakatan baik pengusaha, budayawan, pemimpin umat keagamaan, pemimpin kemasyarakatan, cendekiawan, olahragawan dan kaum muda seperti para mahasiswa. Dalam konteks inilah sebenarnya konsep "think globally dan act locally" (berpikir secara global dan bertindak secara lokal) ini dapat diimplementasikan dalam menghadapi tantangan era globalisasi saat ini.

Oleh karenanya, pemimpin masa depan diharapkan mampu memahami visi Indonesia 2020 dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara dan melaksanakan sistem penyelenggaraan negara secara baik dan benar agar kesejahteraan masyarakat sesuai cita-cita nasional dan tujuan nasional dapat benar-benar diwujudkan, sehingga kepemimpinannya, sejalan dengan visi yang telah digariskan pemerintah, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, memiliki pengetahuan dan teknologi, memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi dan berdisiplin.

Itulah tugas yang harus dilaksanakan pemimpin dan kepemimpinan masa depan di era reformasi ini dalam mewujudkan terciptanya ketahanan dan stabilitas nasional dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Oleh karena itu, melihat selektivitas para calon pemimpin yang disodorkan media saat ini, seperti SBY, Megawati, Wiranto, Prabowo, Sri Sultan Hamengkubuwono-X, Abdurrrahman Wahid, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Yusril Ihza Mahendra, Sutiyoso, Soetrisno Bachir, Rizal Ramli, Ratna Sarumpaet, Kivlan Zen, Yusuf Kalla, Fajroel Rachman, Rizal Malarangeng, dan lainnya, rasanya sosok pemimpin yang diharapkan masyarakat masih belum ada yang terbaik, dan bisa membawa perubahan. Kecuali masyarakat masih mempercayakan kepada pasangan SBY-JK dalam memimpin bangsa ini untuk kedua kalinya.

Mengapa ini saya utarakan? Karena pemimpin muda tidak menjamin kesejahteraan rakyat, pemimpin tegas juga tidak berjanji bisa menyelesaikan masalah bangsa yang demikian kompleks. Yang masih dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini adalah pemimpin yang membawa kesejukan, pemimpin yang cakap, pemimpin yang arif dan pemimpin yang bijaksana dalam berpikir, bersikap dan bertindak untuk lebih menyejahterakan dan memakmurkan masyarakat/rakyatnya, serta memajukan bangsa dan negaranya. Saya berpandangan, bertubi-tubinya masalah bencana alam beberapa tahun belakangan ini, menyebabkan satu periode 2004-2009 bagi pemimpin dan kepemimpinan SBY-JK tidak berjalan secara optimal. Sepertinya kita perlu memberikan satu periode 2009-2014 lagi untuk pemimpin dan kepemimpinan masa depan ini kepada pasangan SBY-JK, sehingga perubahan yang diimpikan dan diharapkan masyarakat/rakyat akan semakin nyata.

Kita butuh pemimpin yang memberi suri teladan seperti kepemimpinan Nabi Besar Muhammad S.A.W yaitu Siddiq, jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan; Fathonah, cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional; Amanah, dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel; dan Tabligh, senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.


Kita perlu pemimpin yang memiliki kepemimpinan seperti Hasta Brata, dan memiliki sifat-sifat dinamis, berwibawa, berkonsultasi, bekerja sama, dan mandiri. Selama periode 2004-2009 sekarang ini, itu sudah tercermin pada kepemimpinan SBY-JK untuk mewujudkan Indonesia yang Adam (Aman dan Damai), Adem (Adil dan Demokrasi), dan Bahtera (Tambah Sejahtera) yang dikenal dengan istilah asing Peace, Justice, Democracy dan Prosperity, serta mewujudkan Good Governance dan Clean Government.

Menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, belakangan ini marak bermunculan anak bangsa yang memproklamirkan diri untuk menjadi pemimpin nasional masa depan. Ada yang terang-terangan mencalonkan diri lewat partai politk, ada yang melakukan komunikasi politik untuk minta restu, ada yang gencar menampilkan dirinya lewat media massa, ada yang berdebat lewat "the candidate", ada yang mencetuskan konvensi seperti konvensi partai Golkar 2004, bahkan ada pula yang berani mengikrarkan diri melalui jalur independen.

Dalam era demokrasi saat ini, hal itu sah-sah saja dilakukan, sepanjang pencalonan, proklamir, ikrar dan perdebatan masalah pemimpin itu benar-benar bagi upaya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, serta kemajuan bangsa dan negara. Selama sepuluh tahun reformasi bergulir, para pemimpin sudah mulai dipilih oleh rakyat melalui Pilkada baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi maupun tingkat nasional. Segala cara dilakukan agar tujuan untuk menjadi pemimpin itu tercapai, sehingga tak heran bila konflik horizontal terjadi di daerah, gara-gara penetapan pemimpin. Tapi apa yang kita lihat, setelah menjadi pemimpin tak banyak perubahan nyata yang diharapkan oleh masyarakat. Bahkan ironisnya, kekacauan, konflik dan kejadian di daerah seakan tak ada pemimpinnya.

Saya memandang siapa pun yang menjadi pemimpin nanti, tetap tak banyak perubahan mendasar yang bisa didapatkan dari hasil kepemimpinannya. Kehidupan perekonomian keluarga tetap harus ditopang secara sendiri dan mandiri dengan berbagai upaya untuk meraihnya, kecuali bagi pegawai atau karyawan yang menerima gaji, mungkin ada peningkatan penghasilan setiap tahunnya. Namun, untuk masyarakat miskin tetap saja miskin, meskipun berbagai kekurangan dalam mengatasi berbagai persoalan keluarga ada keringanan biaya untuk itu.

Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan masa depan erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini, masih membutuhkan pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal normatif sistem kepemimpinan nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik maupun arti dinamik. Dalam arti sistem yang bersifat statik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan komponen bangsa secara hierrarkial (state leadership, political and entrepreneural leadership and societal leadership) maupun pada tatanan komponen bangsa secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat dinamik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan gaya kepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.

Saat ini, kita butuh pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan, kemajuan, dan kejayaan bangsa dan negara, bukan kepada kepentingan pribadi/kelompok, bukan untuk melanggengkan kekuasaan kelompok, dan bukan pula kepemimpinan yang membiarkan hidupnya budaya anarkhisme, budaya kekerasan, dan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Kita butuh, pemimpin berwawasan kebangsaan, pemimpin Pancasilais, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD Negara RI Tahun 1945, serta memahami karakter dan kultur bangsa Indonesia.

Dalam era reformasi saat ini, pemimpin kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan Indonesia masih sangat dibutuhkan, melalui pemahaman dan penghayatan nilai-nilai dasar negara, yaitu Pancasila yang bersifat integratif. Oleh karena itu, para pemimpin dan kader kepemimpinan masa depan harus merupakan bagian integral dari kepemimpinan nasional integratif, yang memiliki kriteria pokok, yaitu: Pertama, terciptanya interaksi atau keterpaduan yang harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin. Kedua, memiliki ciri, sifat, prinsip, teknik, azas serta gaya dan jenis kepemimpinan yang handal, seperti Sebelas Azas Kepemimpinan TNI. Ketiga, mempunyai strategi kepemimpinan nasional yang tepat, sesuai situasi dan kondisi, serta kurun waktu yang dihadapi.

Pemimpin dan kepemimpinan masa depan yang integratif harus memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebagai negarawan. Makna dari negarawan adalah seorang pemimpin yang diharapkan mampu mengubah kondisi saat ini melalui proses untuk menciptakan kondisi yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional. Pemimpin akan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan-nya dengan efektif, apabila ia diterima, dipercaya, didukung serta dapat diandalkan. Seorang pemimpin harus memiliki reputasi yang baik, menunjukkan kinerja yang diakui, terutama dalam mengantisipasi tantangan-tantangan di depan dan keberhasilannya mengatasi masalah-masalah yang kritikal dan membawa kemajuan-kemajuan yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Pemimpin dalam konteks kepentingan negara dan bangsa bagi penyelenggaraan negara haruslah memiliki nilai-nilai sebagai seorang negarawan, artinya warga negara yang mau dan mampu mengambil sikap dan keputusan, demi kepentingan bangsa dan negara. Nilai-nilai kenegarawan itu tidak hanya dimiliki oleh seorang Kepala Negara, pejabat pemerintahan dan birokrasi/pejabat publik semata, tetapi harus dimiliki oleh setiap pribadi warga negara dan setiap elemen kemasyarakatan baik pengusaha, budayawan, pemimpin umat keagamaan, pemimpin kemasyarakatan, cendekiawan, olahragawan dan kaum muda seperti para mahasiswa. Dalam konteks inilah sebenarnya konsep "think globally dan act locally" (berpikir secara global dan bertindak secara lokal) ini dapat diimplementasikan dalam menghadapi tantangan era globalisasi saat ini.

Oleh karenanya, pemimpin masa depan diharapkan mampu memahami visi Indonesia 2020 dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara dan melaksanakan sistem penyelenggaraan negara secara baik dan benar agar kesejahteraan masyarakat sesuai cita-cita nasional dan tujuan nasional dapat benar-benar diwujudkan, sehingga kepemimpinannya, sejalan dengan visi yang telah digariskan pemerintah, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, memiliki pengetahuan dan teknologi, memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi dan berdisiplin.

Itulah tugas yang harus dilaksanakan pemimpin dan kepemimpinan masa depan di era reformasi ini dalam mewujudkan terciptanya ketahanan dan stabilitas nasional dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Oleh karena itu, melihat selektivitas para calon pemimpin yang disodorkan media saat ini, seperti SBY, Megawati, Wiranto, Prabowo, Sri Sultan Hamengkubuwono-X, Abdurrrahman Wahid, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Yusril Ihza Mahendra, Sutiyoso, Soetrisno Bachir, Rizal Ramli, Ratna Sarumpaet, Kivlan Zen, Yusuf Kalla, Fajroel Rachman, Rizal Malarangeng, dan lainnya, rasanya sosok pemimpin yang diharapkan masyarakat masih belum ada yang terbaik, dan bisa membawa perubahan. Kecuali masyarakat masih mempercayakan kepada pasangan SBY-JK dalam memimpin bangsa ini untuk kedua kalinya.

Mengapa ini saya utarakan? Karena pemimpin muda tidak menjamin kesejahteraan rakyat, pemimpin tegas juga tidak berjanji bisa menyelesaikan masalah bangsa yang demikian kompleks. Yang masih dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini adalah pemimpin yang membawa kesejukan, pemimpin yang cakap, pemimpin yang arif dan pemimpin yang bijaksana dalam berpikir, bersikap dan bertindak untuk lebih menyejahterakan dan memakmurkan masyarakat/rakyatnya, serta memajukan bangsa dan negaranya. Saya berpandangan, bertubi-tubinya masalah bencana alam beberapa tahun belakangan ini, menyebabkan satu periode 2004-2009 bagi pemimpin dan kepemimpinan SBY-JK tidak berjalan secara optimal. Sepertinya kita perlu memberikan satu periode 2009-2014 lagi untuk pemimpin dan kepemimpinan masa depan ini kepada pasangan SBY-JK, sehingga perubahan yang diimpikan dan diharapkan masyarakat/rakyat akan semakin nyata.

Kita butuh pemimpin yang memberi suri teladan seperti kepemimpinan Nabi Besar Muhammad S.A.W yaitu Siddiq, jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan; Fathonah, cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional; Amanah, dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel; dan Tabligh, senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.


Kita perlu pemimpin yang memiliki kepemimpinan seperti Hasta Brata, dan memiliki sifat-sifat dinamis, berwibawa, berkonsultasi, bekerja sama, dan mandiri. Selama periode 2004-2009 sekarang ini, itu sudah tercermin pada kepemimpinan SBY-JK untuk mewujudkan Indonesia yang Adam (Aman dan Damai), Adem (Adil dan Demokrasi), dan Bahtera (Tambah Sejahtera) yang dikenal dengan istilah asing Peace, Justice, Democracy dan Prosperity, serta mewujudkan Good Governance dan Clean Government.


Demikianlah Artikel Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan

Terimakasih telah membaca postingan Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk sobat semua. baiklah, sekian postingan Kumpulan Makalah kali ini, masi banyak makalah-makalah yang ada, silahkan lihat d bawah ini :

Anda sedang membaca artikel Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan dan artikel ini url pemiliknya adalah https://bermanto.blogspot.com/2015/01/pemimpin-dan-kepemimpinan-masa-depan.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.

0 Response to "Pemimpin dan Kepemimpinan Masa Depan"

Posting Komentar